Selasa, 21 September 2010

Asal Usul Sekitar Daerah Majalengka

7. Asal Usul Desa Kawunggirang

Asal-usul Desa Kawunggirang tidak banyak di ketahui orang.karena tidak ada bekas-bekas peninggalan maupun prasasti yang bisa di jadikan sumber keterangan. Tokoh-tokoh masyarakat pun tidak banyak memberikan keterangan karena asal-usul Desa kawunggirang hanya di ceritakan dari mulut ke mulut saja dan dalam kalangan tertentu saja.

Masyarakat Desa kawunggirang menganggap jika pendiri desa kawunggirang adalah orang yang pertama kali menyebarkan agama islam di desa kawunggirang. Beliau adalah Embah Bahim (Tubagus Ibrahim) yang di makamkan di Astana Gede.Embah Bahim adalah anak dari Embah Latif.Embah Latif sendiri adalah anak dari Embah Pucuk Umum Fatu Talaga yang menikah dengan Maulana Ibrahim yang berasal dari Baghdad,Irak.

Kemudian datang pula seorang ulama keturunan sultan Banten yang bernama Tubagus Kacung yang mempunyai nama asli Tubagus Bunyamin. Beliau sengaja menyingkir dari kesultanan Banten karna kekacauan politik dengan adanya perebutan kekuasaan di kesultanan Banten. Kemudian Tubagus Kacung menikah dengan salah seorang putri Embah Bahim.

Embah bahim sendiri tidak begitu dijelaskan dengan siapa beliau menikah dan di karuniai beberapa keturunan.
Kemudian salah seorang putra Tubagus Kacung ada yang menjadi Qasli atau atau penghulu besar kesultanan Cirebon yang bernama Embah Arjean. Kemudian salah seorang putra Tubagus Kacung yang lain yang bernama Embah Abdullah Komar ,menjadi penghulu pertama kabupaten Majalengka.

Asal usul nama Kawunggirang
Desa Kawunggirang sebenarnya bersal dari “Kaum Girang” yaitu kumpulan orang-orang(kaum) yang berada di daerah yang tinggi(girang).berubahnya nama Kaum Girang menjadi Kawunggirang adalah di ilhami dari pohon kawung (aren) yang memiliki banyak kegunaan.diantaranya :
Batang (bogor) : di jadikan berbagai perkakas rumah.
Daunya : dijadikan rokok.
Buahnya :di jadikan makanan.
Lidinya : di jadikan sapu.
Bunganya : di sadap di jadikan gula.
Dan masih banyak lagi.
Kesimpulanya, masyarakat kawunggirang ingin menjadi masyarakat yang berguna bagi dirinya maupun orang lain.
Tidak di ketahui kapan waktunya nama Kaum Girang di rubah menjadi Kawunggirang.

B. Seni dan Tradisi Di Desa Kawunggirang.
Desa kawunggirang sejak dahulu adalah desa yang islami.karena dari dahulu sudah terdapat pesantren yang mampu menarik santri santri dari daerah yang jauh sekalipun.
Adat istiadatnyapun tidak menyimpang dari ajaran-ajaran islam pada umumnya.tidak ada yang istimewa dalam berbagai kegiatan bermasyarakat.dari pernikahan,khitanan dan kelahiran semuanya masih dalam ajaran-ajaran islam.

Kesenian di desa kawunggirang pun masih berbau islami. Misalkan seni Qasidah dan Rebana yang kini di kembangkan di dua pesantren di desa kawunggirang. Biasanya satu grup pemain rebana terdiri dari delapan orang penabuh rebana dan dua atau tiga orang menjadi penyanyi atau yang berqasidah, ditambah satu orang pemain organ atau piano dan pamain bass sebagai pengiring.

Rebana juga sering di kenal dengan sebutan genjring. Di sebut genjring karena apabila di tabuh, lempeng-lempeng besi berbentuk bulat yang ada di sekeliling badan kayu pada rebana akan saling beradu dan menimbulkan suara gemerincik.
Rebana atau genjring masih sering dipakai dalam acara-acara keagamaan tertentu, misalkan pada waktu menyambut tahun baru islam, rebana dipakai untuk mengiringi sholawat pada waktu pawai obor mengelilingi desa.

Selain kesenian rebana, ada suatu kegiatan yang ada setiap tahun rutin dilakukan. Yaitu ziarah ke makam Embah Bahim yang di lakukan setiap setelah Idul Fitri tepatnya setiap tanggal 15 syawal Peziarahnya pun tidak dari masyarakat kawunggirang saja, ratusan orang datang dari berbagai daerah ke desa kawunggirang untuk berziarah.
Ziarah ini adalah ziarah keliling untuk menziarahi makam para pejuang islam. Kebetulan pejuang yang di tuakan adalah makam Tubagus Ibrahim atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Bahim. Oleh karena itu tujuan pertama para peziarah adalah dengan menziarahi makam Mbah Bahim yang berlokasi di desa kawunggirang.

8. ASAL USUL KELURAHAN MUNJUL

Kurang lebih pada tahun 1628 di wilayah ini hidup seorang tokoh bernama BAPAK SARENI. Beliau adalah seorang tokoh yang berperangai lembut dan berilmu tinggi(sakti mandraguna). Ilmu padi adalah peganganya; yakni makin berisi makin merunduk, jauh dari sifat dan sikap sombonga. Sifat ini menyebabkan beliau sangat di hormati dan disegani oleh siapapun.

Pada suatu hari beliau kedatangan tamu, yaitu sepasukan prajurit kerajaan Mataram yang terpisah dari induk pasukannya setelah manyerang Batavia(1628-1629). Sisa pasukan itu tampak lunglai karen lapar dan dahaga.

Melihat keadaan demikian, Bapak sareni permisi kepada tamunya untuk pergi ke dapur, menanak nasi seperiuk dan memasak air satu ruas/lodong. Setelah nasi dan air itu masak, segera di suguhkan kepada beberapa puluh orang prajurit Mataram yang sedang kelaparan.

Alangkah takjub para prajurit Mataram itu, karena nasi seperiuk dan air satu lodong saja bisa mecukupi pasukan tersebut, padahal mereka lahap sekali.
Selesai makan, pimpinan pasukan berkata dalam bahasa jawa : “Niki wong punjul bener, sega seperiuk lan banyu semono nyukupi balad kula.” Artinya kira-kira demikian : “Orang ini ‘punjul’ (sakti) sekali, nasi seperiuk dan air selodong saja dapat mencukupi pasukan saya.

Kata PUNJUL yang di ucapkan oleh pimpinan pasukan Mataram itu ternyata membawa berkah tersendiri. Orang-orang di wilayah ini kemudian mengabadikannya menjadi nama desa di wilayahnya. Kata “punjul” pada akhirnya mengalami perubahan pengucapan menjadi sebuah kata bersejarah yang melakat sampai sekarang, yaitu : MUNJUL.

9. ASAL USUL DESA KODA SARI.

Di perkirakan abad k 15 di wilayah desa KODASARI sekarang ada dua tokoh yang mendiami tanah tersebut,di sebelah barat laut di diami oleh Ki gedeng Lawung beserta keluarganya.

Dan di sebelah tengara didiami oleh Ki Gedeng Koda beserta keluarganya juga.
Al kisah ke dua tokoh ntersebut hidup bertanin dengan keadaan berkecukupan’dan lebih-lebih Ki Gedeng Lawung lumbung kata para ketua,Ki Gedeng Koda yaitu lumbung gudang padinya berderet saking banyak padi yang di smpan.

Ketika orang koda sari pada tahun 1939 pindah dari nunuk maja dua orang tersebut sudah tidak ada.hanya saja menurut cerita orang-orang tua di sekitar itu,di blok lawang lumbung atau sawah panjang sekarang telah menetap seorang yang bernama ki gedeng luwung lumbung ,hingga sekarang areal tanah di situ di sebut areal sawah luwung lambung atau sawah panjang kara pelakunya panjang-panjang.

Adapun tokoh ki gedeng koda beliau meninggalkan sebuah sumur tua yang sampai sekarang di sebut sumur koda.ketika penduduk dari wilayah selatan kota majalengka yakni nunuk maja pindah ke tanah kodasari dan sekarang para tokohnya menetapkan sebuah nama baru di desa tersebut yaitu DESA KODASARI.

Kata koda di ambil dari kata yang pada zaman dahulunya ada leuweung koda dan juga sumur koda,kemudian ditambah kata sari yang katanya berarti kenikmatan.
Jadi nama desa kodasari berarti nama yang akan menjadikan hidup penuh nikmat.
Itulah mengapa desa kami disebut desa koda sari.

10. ASAL-USUL DESA HAURGEULIS

Pada abad ke-18 SM, ada sebuah kerajaan yang sangat megah dan besar. Kerajaan tersebut bernama kerajaan “Palembang Gunung”.

Palembang Gunung diambil dari nama raja yang memimpin kerajaan tersebut yaitu Raja Palembang Gunung. Raja tersebut mempunyai seorang isteri dan seorang puteri yang sangat cantik. Puteri itu bernama Shinta Sari.

Alkisah, karena kecantikan dan kekayaan yang dimiliki oleh Puteri Shinta Sari, sehingga ada seorang raja dari Kerajaan “Maleber” yang ingin menikahinya, raja tersebut bernama Raja Sangiang. Akhirnya, dengan restu dari kedua orang tua Puteri Shinta, Raja Sangiang menikahi Puteri Shinta.

Setelah menikahi Puteri Shinta, Raja Sangiang ingin cepat-cepat menerima warisan dari Raja Palembang Gunung. Tidak ada cara lain yang bisa dilakukan oleh Raja Sangiang selain membunuh mertuanya tersebut. Dengan cara itulah ia dapat memiliki segala kekayaan Raja Palembang Gunung. Akhirnya Raja Sangiang membunuh Raja Palembang Gunung dan Raja Palembang pun meninggal.

Setelah Raja Palembang Gunung meninggal harta kekayaan mertuanya tersebut jatuh ke tangan Raja Sangiang. Disitulah Puteri Shinta tahu bahwa Raja Sangiang menikahinya hanya karena harta yang dimilikinya. Puteri Shinta pun ingin membalaskan sakit hatinya kepada suaminya tersebut. Akhirnya, Puteri Shinta membunuh suaminya dengan cara ditusuk oleh konde yang dipakai oleh Puteri Shinta. Konde tersebut mengenai ulu hati Raja Sangiang. Raja Sangiang pun meninggal. Setelah meninggal, Raja Sangiang dimakamkan. Makam suaminya tersebut, ditanami bambu haur oleh Puteri Shinta, sehingga di tempat tersebut tumbuh bambu haur, yang akhirnya tempat tersebut diberi nama “Haurgeulis”. Yang artinya bambu haur yang ditanam oleh seorang Puteri yang cantik.

11. ASAL USUL WERASARI

Pada awal islam penyebaran di pulau Jawa, terungkaplah dua orang tokoh penyebar agama islam daari kerajaan islam yang disertai oleh ttiga orang pengikutnya
Kedua tokoh tersebut masing-masing bernama Antisari dan Mayangsari serta ketiga pengikut lainnya adalah : Mangkunegara, Brahmajaya, dan Jayalaksana..

Pada suatu ketika yang kebetulan dibarengi oleh Sultan Cirebon menghadap raja talga manggung yang bernama Giringsing Wesi. Adapun kedatangan merka untuk menyebarkn agama islam , yang kebetulan itu raja kerajaan talaga manggu beragama hindu.

Namun apa yang terjadi tatkala para utusan mengutarakan maksudnya. Raden Giringsin Wesi menjawab bahwa ia bersedia masuk islam tapi dengan permintaan atau lpersyaratan, yakni : ia bersedia masuk agamma islam apabila ia kalah dalam beradu kekuatan atau jajate (sunda). Adapun permintaannya adalah : coba pikulah padi yang ada di hadapan kalian.

Kemudian salah seorang dari utusan yang merasa dirinya atau tenaganya paling kuat mencoba padi tersebut dengan menggunakan sepotong bamboo aur sebagai alat untuk pemikulnya, karena menurhut perkiraannya bahwa padi itu hanya denagan mempergunakan sepotong buluh.

Maka alangkah terkejutnya dan merasa malu yang bukan alang kepalang, sehingga seketika itu mereka juga berpamit untuk meningglakan tempat itu dengan tangan hampa.
Semula mereka akan kembali ke tempat masing-masing akan tetapi diperjalanan mereka mengadakan rundingan yang hasil dari rundingan itu mereka memutuskan dan bersumpah tidak akan pulang ke Mataram sebelum mereka dapat menaklukan Raja Talaga manggung, sekalipun apa yang terjadi.

Akhirnya pergilah mereka bersama-sama menuju arah selatan bermaksud untuk menyusun kekuatan.
Pada suatu ketika setelah berhari-hari bahkan berbulan-bulan menyusuri hutan belantara bahkan adakalanya harus mendaki gunung atau menuruni lembah, dan akhirnya sampailah pada suatu tempat yang berbukit-bukit dan disana-sini pohon yang rindang tumbuh dengan suburnya.

Maka istirahatlah mereka di sana sambil rumusan untuk menyusun sebuah kekuatan. Tempat istirahat dan bermufakat mereka itulah hingga disebut pancalikan. disanalah mereka membuat pemukiman yang baru dan dari situlah mereka mulai mengadakan hubungan dengan kampong-kampung yang dihuni orang.

Disanalah mereka mulai menyebarkan dan mengajarkan agama islam, serta pengetahuan-pengetahuan lainnya sehingga banyaklah pengikutnnya. Diantara penyebar-penyebar agama islam itu ada yang sngat disayangi, yaitu Antisari dan Mayangsari sehingga meraka pun dijadikan anak angkat oleh orang tua yang bernama Buyut Pulung.
Pada suatu ketika mereka merasa kuat dan sudah mampukarena sudah banyak pengikutnya, maka timbulah niatnya untuk mengadakan musyawarah secara besar-besaran, serta mengundang tamu-tamu yang jauh akan mengambil tempat paseban, yang sekelilingnya banyak tumbuh pohon bamboo. Sehingga sampai sekarang tempat itu disebut Jamburaya ( sunda ) Jambu Rea.

Musyawarah pun berlangsung dengan baik dan lancar. Tamu-tamu yang datang hormati dengan sebaik-baiknya.

Menurut cerita bekas peralatan orang dapurnya sampai sekarang masih berada berupa barang yang terbuat dari batu, antara lain : pengarih, gentong, jubleg (Bahasa Sunda) yang semuanya dibuat dari batu. Konon katanya menurut cerita orang, bekas tusuk satenya pun berubah menjadi rumpun bamboo.

Perkampungan itu semakin lama semakin maju, maka tidak herankah apabila masyarakat didaerah teersebut digolongkan sudah makmur. Sudah barang tentu demikian keadaanya karena para penyebar agama islam disana bukan hanya saja mengajarkan agama islam melainkan juga masalah pertanian, perdagangan dan ilmu-ilmu lainnya pun mereka ajarkan.

Mereka mengajarkan cara-cara membuat sawah, serta memberikan teladan-teladan yang baik.Menurut cerita orang, bila antisari mengerjakan sawahnya disamping dengan tekun bekerjanya juga mempunyai keistimewaan yang luar biasa yakni makanan yang dibawa untuk bekal kerja itu hanyalah pais beuyeur (sunda) dan itu pun tidak dimakannya, melainkan hanya dipindah-pindah saja dari pematang yang satu ke pematang yang lainnya. Akan tetapi kekuatan badan dan tenaganya tetap segar. Maka makin lama makin luaslah persawahan mereka, dan makin suburlah tempat mereka.
Pesawahan bekas mereka sampai sekarang ada dan di jadikan upah caarik atau bengkok pamong desa.

Karena keuletan mereka, sehingga banyak penduduk yang mengagumi dan menghargai mereka. Bahkan ada yang dari mereka di angkat menjadi sesepuh di tempat tersebut, yaitu Antasari beserta istrinya. Sejak itu julukannya jadi Eyang Antasari.
Untuk memilih nama tempatnya pun di aambil dari nama bunga (wera) yang banyak tumbuh di daerah tersebut dan dari akhir nama sesepuh tersebut (sari), sehingga itulah jtercipta nama WERASARI, sampi sekarang. Mereka pada umunya banyak menyebarkan kebeberapa disekitar desa Werasari, yang sampai sekarang pun pemakamannya masing-masing punya nama sendiri seperti :
• Eyang Antasari dan Mayangsari terletak di Binuang
• Mangkunegara dipemakaman Pasarean Salam
• Brahmajaya dipemkaman Cipicung
• Jayalaksana dipemakaman Pasir Sereh

Menurut kepercayaan orang disana sampai sekarang perrkuburan tersebut masih dipelihara dan banyak di kunjungi oleh orang dan di anggap sebagai leluhur yang mula-mula membangun Werasari. Di samping itu menurut kepercayaan orang disana apabila ada tamu yang berkunjung dan ingin menetap disana harus berziarah ke pemakaman leluhur tersebut. Demikinlah kisah ringkas asal-usul Werasari.

Tidak ada komentar:

Sabilulungan dalam bahasa sunda artinya gotong royong. Makna sabilulungan yaitu seiya sekata, seayun, selangkah, sepengertian, sepamahama...