Senin, 06 Oktober 2008

Ngaran Otto

Otto Iskandar Di Nata atau Otto Iskandardinata
PR, Sabtu, 17 Maret 2007

DI DALAM uang pecahan Rp 20.000,00 yang berlaku sekarang terdapat
gambar pahlawan asal Jawa Barat yaitu Bapak Otto Iskandar Di Nata.
Yang menjadi pertanyaan saya adalah apakah penulisan nama tersebut
yaitu kata "Di" nya dipisahkan atau tidak, sebab kalau membaca di
buku-buku sejarah nama Iskandardinata disatukan. Jikalau memang kata
"Di" dipisahkan atau ada spasinya, berarti nama-nama belakang keluarga
menak atau ningrat Sunda yang ada huruf "Di" nya seperti Mangkudilaga,
Martadipura, Prawiradireja, Wangsadinata, Bratadipura, Kusumadilaga,
Kusumadinata, Jayadireja, Atmadireja, Martadinata, Prawiradilaga,
Anggadikusumah, Wirahadikusumah itu dipisahkan, tetapi umumnya yang
saya baca di dalam buku sejarah Sunda nama belakang yang ada huruf Di
nya disatukan. Kelihatannya memang sepele dan tidak berpengaruh
apa-apa, tetapi ini menyangkut identitas suatu bangsa atau suku yaitu
suku Sunda. Bagi orang Sunda antara lisan dan tulisan itu sama.
Contona aya ngaran Edie, Edie, Eddie, Edy, Eddy, rek hurupna dobel
sabara puluh oge angger ceuk letah Sunda mah dibacana Edi. Tapi kalau
nama-nama orang Italia umumnya huruf "Di" nya dipisahkan seperti Luigi
Di Biaggio, Roberto Di Natale, Leonardo Di Caprio, Antonio Di Marco,
David Di Michele dan sebagainya. Moal kitu urang Sunda jeung urang
Italia teh sakaruhun atawa saturunan? Asa pamohalan teuing. Hatur
nuhun.

Yus Rusyana
Jln. Pasantren No. 176
RT 005/XV Cibabat
Cimahi
Telf. 6649971

==========

Penulisan yang Benar Nama Bapak Oto
PR, Rabu, 28 Maret 2007

MEMBACA tulisan Sdr. Yus Rusyana ("PR", 17 Maret 2007), tentang
penulisan nama pahlawan (R.) Oto Iskandar di Nata, ternyata memang
yang benar adalah penulisan yang dipisahkan. Saya teringat masa kecil
saya tahun 60-an, sering bermain sepak bola di "markas" yang sekarang
menjadi gedung Museum Mandala Wangsit Siliwangi. Bola "ada kalanya"
masuk ke rumah beliau, di Jalan Lembong -- pojok Jalan Telepon, dan
jika mengambil bola, saya sering membaca nama beliau yang dipisahkan
kata per kata. Sekarang jelas cucu (cicit?) beliau, wanita sutradara
kondang, Nia di Nata, sudah memisahkannya.

Demikian juga alm. Jenderal Agus Wirahadikusumah yang dikenal di
kalangannya dengan Agus W.H.K., jelas menunjukkan singkatan Wira Hadi
Kusumah.

Tokoh Sunda zaman baheula ada yang memisahkan kata pada nama
lengkapnya seperti pengarang buku bacaan anak di sekolah rakyat,
Gandasari dan Panjoengsi (Panyungsi) Basa: R. Soeria Di Radja; Bapak
Kamus Sunda: R. Satja di Brata, yang beliau sendiri menyingkatnya
dengan S.di B.; kemudian pahlawan nasional, perintis pers Indonesia:
R.M. Tirto Adhi Soerjo, jelas menyingkatkan namanya dengan T.A.S.

Volksalmanak Soenda - tahun 1926, mencatat beberapa bupati Sunda dan
Jawa yang memisahkan namanya, di antaranya:

Bupati Lebak: R.A.A. Soeria di Poetra (1908)
Bupati Purwakarta: R.T.A. Ganda Nagara (1911)
Bupati Bandung: R.T.A. Wira Nata Koesoema (1920)
Bupati Garut: R.A.A. Soeria Karta Legawa (1915)
Bupati Tasikmalaya: R.A. Wira Tanoe Ningrat (1913)
Bupati Bondowoso: R.A.A. Sastro Prawiro (1911)
Bupati Situbondo: R.M.A.A. Poestoko Prawiro (1908)
Bupati Nganjuk: R.M.A.A. Sosro Hadi Koesoemo (1901)
Bupati Banyumas: R.A.A. Gondo Soebroto (1913)
Bupati Cilacap: R.M.A.A. Tjokro Werdojo (1882)

Malah nama Patih Kabupaten Pemalang: R. Sajid Iman (1920), kita sering
membacanya dalam satu kata, Sayidiman.

Harapan saya, semoga penulisan nama ini juga menjadi benar sesuai
dengan pemiliknya, seperti pada Jalan Cipaganti yang menjadi Rd. AA
Wiranata Kusumah, sebaiknya R.A.A. Wira Nata Kusumah. Jalan R.A.A.
Marta Nagara bukan R.A.A. Martanegara.

Kita harus menghargai nama melalui penulisan baik nama asing, seperti
halnya nama Jalan Morce dan Jalan Markoni di Kota Bandung, yang
aslinya bernama Morse (Samuel Morse, penemu sandi Morse) dan Marconi
(Gugliemo Marconi, penemu telegram nirkabel).

Selain itu, kita juga harus menghargai nama itu dengan tidak
menyingkatkan nama-nama beliau yang panjang seperti apa yang kita mau
singkatkan (kumaha urang wae...), sering kita baca Oto Iskandar di
Nata menjadi O.I.D. atau Otista - Aria Wira Tanu Datar, Bupati Cianjur
baheula menjadi Arwinda, Gatot Soebroto menjadi Gatsu.
Terima kasih.

Dr. Sam Askari
Soema di Pradja, M.Kes.
Jalan Veteran No. 60
(Kompleks Dokabu)
Purwakarta 41115

==========

Tanggapan Keluarga Besar Bapak Oto
PR, Rabu, 28 Maret 2007

MENANGGAPI tulisan Bapak Yus Rusyana dalam Surat Pembaca Pikiran
Rakyat 7 Maret 2007 yang lalu, saya sebagai putra Bapak Oto mewakili
keluarga besar ingin menyampaikan penjelasan sebagai berikut.

Penulisan nama Bapak Oto yang benar adalah Oto Iskandar di Nata. jika
ditulis dengan huruf besar semuanya menjadi Oto Iskandar Di Nata
seperti yang tercantum dalam uang pecahan Rp 20.000,00. Memang,
penulisan nama Bapak Oto di masyarakat banyak yang keliru, misalnya
nama jalan ditulis Otto Iskandardinata. Seharusnya Oto ditulis dengan
satu "t" dan "di" dipisahkan penulisannya dari "Nata". Saya tidak
paham apakah cara penulisan nama seseorang ada hubungannya dengan
identitas suatu bangsa atau suku. Penulisan nama Bapak Oto sesuai
dengan cara yang diinginkan oleh ayah kami dan diajarkan melalui ibu
kepada kami mengenai masalah "karuhun" dan "turunan" ayah kami,
silakan Bapak membaca buku biografi Bapak Oto "Si Jalak Haroepat"
karya Ibu Dr. Nina H. Lubis. Bapak saya mah insya Allah pituin turunan
Sunda.
Terima kasih kepada Redaksi Pikiran Rakyat atas dimuatnya tanggapan kami ini.

Rachmadi Iskandar di Nata
Bandung
Telf. 022-2504676

Tidak ada komentar:

Sabilulungan dalam bahasa sunda artinya gotong royong. Makna sabilulungan yaitu seiya sekata, seayun, selangkah, sepengertian, sepamahama...