Selasa, 21 September 2010

Asal Usul Sekitar Daerah Majalengka

14. ASAL USUL DESA BARIBIS LAMA

Terbentuknya Pemerintahan Baribis Lama
Pada tahun 1302 M, datanglah ke Dukuh Asem sepasang suami istri, yaitu : Pangeran Jaya Wisaya dan Nyi Anta Sari Manik. Mereka berdua menjalankan titah tugas dari Kanjeng Susuhunan Sultan Cirebon : Sunan Gunung Jati, untuk menyebarkan agama islam, tapi masih menganut Animisme atau agama lainya : Hindu atau Budha dan agama karuhun lainnya semacam kepercayaan.

Asal kelahiran Pangeran Jaya Wisaya sebenarnya bukan asli Cirebon, namun dari Keraton Mataram, dan masih saudara dengan Pangeran Dalem panungtun yang makamnya di Giri Lawungan Majalengka (Sindangkasih) begitu pula istrinya Nyi Anta Sari Manik aslinya kelahiran BEREBES Jawa Tengah. Mereka berdua bukan orang sembarangan. Sebagai da’i, penyebar agama islam yang senantiasa mengembara tentu membekali diri dengan berbagai ilmu kedigjayaan untuk berjaga-jaga, dari berbagai kemungkinan dan bahaya. Diriwayatkan keduanya memiliki Aji : Miraga pitu. Bahkan sang istri memiliki gegaman : CUPU MANIK.

Pangeran Jaya Wisaya bersama istrinya merasa betah tinggal di Dukuh Asem. Selanjutnya beliau merasa perlu membentuk organisasi pemerintahan di Dukuh Asem, mengingat semakin bertambah, yang tentu saja memerlukan pengurusan yang tertib, demi kepentingan dan kesejahteraan hidup bersama. Maka dibentuklah atas restu dari keratin Cirebon Kademangan Dukuh Asem, yang kemudian namanya di rubah dengan nama BARIBIS. Pada saat itu jumlah penduduk Dukuh Asem telah mencapai 224 orang selurhnya termasuk anak-anak dan bayi.

Adapun orang yng pertama di pilih oleh rakyat adalah Pangeran Jaya Wisaya tidak heran, karena berkat beliaulah rakyat merasa tentram dan sejahtera. Sementara islam telah menjadi agama mereka. Ini pun berkat akhlaq yang luhur kedua suami istri itu. Sehingga misi suci mereka, menyebarkan kebenaran, tauhid, tidak mendapat perlawanan ; malah di sambut dengan rela mengikuti dan memeluk agama baru, yaitu Islam.

Tentang pergantian nama menjadi Baribis, sebetulnya bukan kejadian yang terjadi begitu saja. Namun hal ini lahir dari perenungan dan konsultasi dengan para sesepuh dan tokoh masyarakat Dukuh Asem. Wallahu ‘alam. Ada yang menafsirkan dari kata BABARIBISA. Maksudnya penduduk Dukuh Asem dalam mempelajari agama islam cepat dan lancar memahami, cepat mengerti, Babari Bisa, kemudian diwancah, disingkat diambil gampangnya menjadi BARIBIS. Ada pula penafsiran dari kata BEREBES, asal kelahiran Nyi Anta Sari Manik. Dimaksudkan untuk mengenang tempat asal kelahiran beliau. Sehingga antara Baribis dan Berebes tetap terjalin hubungan yang bersifat batiniah yang diabadikan melalui nama BARIBIS. Semuanya serba mungkin. Wallahu ‘alam, kita serahkan semuanya kepada Allah SWT.

Fakta betapa sangat tuanya desa Baribis, juga didukung oleh beberapa bukti antara lain banyaknya pemakaman umum yang tersebar khususnya di Baribis sendiri. Jika dihitung lebih dari delapan tempat pemakaman umum yang besar-besar dan luas kapasitas kuburannya paling sedikit ada dua ratusan. Yang paling banyak sekitar 4500 an (seperti halnya pemekaman Gnung Cupu yang sangat luas itu). Belum lagi kalau ditambah dengan pemakaman yang ada di desa-desa bekas anak wilayah desa Baribis, seperti Babakan Manjeti, Kutamanggu dan Batu Jaya yang baru lepas dari Baribis sekitar tahun 1983 M.

15. ASAL MUASAL DESA CICADAS

Nurutkeun carita kolot baheula cicadas the lain desa,tapi CANTILAN atawa DUKUH,tapi desa n amah ka bawa ka desa Burujul.Sahubungan jeng warga na nu makin loba,jadi ceuk sarerea atawa ceuk kolot.kumaha carana supaya hayang misah atawa hayang dibagi dua masing-masing jadi desa nu misah ku kuwu na. antara kuwu Burujul jeung kuwu Cacadas tapi kudu aya kasaiujuan sarerea antara kadua Beulah pihak, nyaeta kudu di ayakeun pilihan nyaeta pilihan KUWU. kumpulan demi kumpulan,riungan demi riungan terus di laksanakeun antara sesepuh kadua pihak. akhirna hasil gempungan eta nyapaketkeun kudu pilihan menurut pangaturan kuwu Burujul, tapi CAERNA ti Burujul z ti Cicadas.

Terus saran eta teh disatujuan ku pihak Cicadas, terus Masyarakat Cicadas the ngajukeun gempungan deui kumaha cara na pilihan eta the beunang ku pihak calon Cicadas sakabeh Masyarakat anu milih ka calon Cicadas di omongan kumaha carana ambeh meunang Niti Wonaci nu mustari ninggang mangsa nu sampurna eta pilihan teh dilaksanakeun dasar kudu aya desa Cicadas anu meunang pilihan teh ti pihak calon Cicadas jeung kaayaan itunganna matak jeung Sali beunang ku Cicadas jadi daek teu daek sesepuh Burujul kudu misah keun eta wilayah anu tadina cantilan Burujul teh jadi desa nyaeta desa Cicadas anu bates na antara sasak jeung sasak ti Beulah wetan anu ayeuna di sebut sasak Cicadas anu ti belah kulona sasak anu deukeut SPBU anu di sebut sasakala desa Cicadas teh nyaeta hate jeung tekad na sarua jeung batu cadas teuasna.

16. ASAL MUASAL CICENANG

Pada perkiraan abad ke-18 di Jawa tengah, yaitu sebuah Kerajaan yang maha besar dan bernama mataram yang sempat mencapai kejayaan sejak diperintah oleh Sultan Agung, yang pendiriannya dan hatinya sangat membenci kaum penjajah yang selalu merongrong kerajaan maupun masyarakat Kerajaan Mataram pada zamannya.

Maka pada waktu Sultan Agung mengadakan perlawanan terhadap penjajah(Belanda) langsung dengan mengerahkan bala tentaranya untuk menyerang jakarta. Pusat Komando penjajah yang pada waktu itu Batavia. Lengkap dengan segala peralatan perangnya seperti: tombak, pedang, keris, bamboo runcing, meriam hasil rampasan maupun buatan sendiri dengan tekad ingin mengusir penjajah dari muka bumi Indonesia, walaupun hanya memakai persenjataan yang sederhana. Maka dikirimlah bala tentara Mataram untuk menghancurkan VOC dengan melalui jalan darat(pegunungan) di sebelah pegunungan Majalengka yaitu Gunung Margatapa.

Pada penyerangan pertama ini Sultan Agung tidak berhasil Sebab kekurangan bahan makanan. Mereka mundur untuk kembali ke Mataram, tetapi diantaranya banyak prajurit Mataram itu tidak kembali ke Mataram. Akan tetapi mereka mencari tempat tinggal yang baru di sepannjang jalan. Salah seorang dari mereka ada yang singgah dan menetap di hutan yang banyaktumbuh berjajar pohon lame.

Prajurit tersebut adalah Embah Buyut Jenggot (karena berjenggot panjang) yang makamnya terdapat di Lamejajar dan tempat itu sekarang diberi nama kampong Lamejajar.

Sultan Agung Raja Mataram merasa tidak puas dengan tidak berhasilnya penyerangan ke Batavia tersebut. Sehingga ia menyusun kembali pasukan untuk menyerang untuk kedua kalinya ke Batavia dengan perlengkapan ditingkatkan. Disepanjang jalan yang dilalui didirikan lumbung padi sebagai persediaan makanan prajurit tetapi impiannya gagal karena semua lumbung padi di bakar oleh tentara VOC.

Yang akhirnya tentara Mataram kehabisan makanan, mereka kembali mundur ke Mataram. Diantara sekian banyak prajurit tersebut ada yang tidak mau kembali ke Mataram tetapi singgah di pedukuhan Lamejajar menemui embah buyut Jenggot, prajurit tersebut bernama Pangeran Martaguna. Yang bermaksud membuka perkampungan baru yang tidak jauh dari Lamejajar.

Untuk maksud tersebut pangeran Martaguna dan embah Jenggot pergi mencari tempat tinggal dan pada suatu hari dilihatnya ada suatu cahaya yang memancar kemudian mereka mencari tetapi mereka tidak mendapatkan apa-apa hanya sumber air yang bening, yang tempatnya di kabuyutan Sirah Dayeuh maka disitulah pangeran Martaguna membuka tempat pemukiman yang baru dan tempat ( pedukuhan ) dinamakan Cicenang dan pangeran Martaguna inilah merupakan kuwu atau kepala Desa yang pertama dan hingga sampai sekarang yang ke 30.
Pada umumnya bersatu padu ingin membangun desa sehingga menjadi desa yang betul-betul swasembada dalam segala hal.

Dan demikianlah riwayat singkat kejadian dan silsilah desa Cicenang berdasarkan hasil pengumpulan informasi dari tokoh-tokoh masyarakat mudah-mudahan benar adanya serta bermanfaat selanjutnya.

17. ASAL-USUL DESA CISAHANG

Sebelum menjadi desa, pertamanya merupakan hutan belantara, yang tak ada penduduknya. Kemudian ada orang yang melarikan diri dari penjajahan Belanda, dan bersembunyi di sana. Para penjajah Belanda tidak menemukannya.
Orang itu melihat tumbuhan sahang yang tumbuh di pinggir sungai yang airnya sangat jernih, sehingga dia memutuskan untuk memberi nama Cisahang. Dia mengajak yang lainnya untuk tinggal di sana, sehingga banyak penduduk yang menempati tempat itu, mereka berasal dari berbagai wilayah yang berbeda-beda. Akhirnya tempat itu menjadi pemukiman sehingga berbentuk sebuah desa sampai saat ini

18. Asal usul desa pilangsari

Pada abad XVII sekitar tahun 1742, seorang jejaka berasal dari daerah kedongdong yang bernama MAULANA SURANTAKA bertemu dengan Buyut Merat di kawasan Blok Kubang Kawih yang akhirnya menjadi pembantu Burut Merat. Pekerjaan sehari-hari mereka adalah babak-babak ( membuka hutan untuk lahan pertanian ). Buyut Merat melakukan babak-babakanya di Kubang Kawih sedangkan Maulana Surantaka babak-babak di sebelah timur kubang kawih (sekarang dinamakan sawah blok pilang). Rumah kediaman Buyut Merat dan Maulana Surantaka adalah di kawasan hutan belantara di sebelah barat laut blok kubang kawih yang dikenal dengan nama “LAESAN PURA”. Laesan artinya tempat mengikat kuda (bahasa sundanya tempat nyancang kuda).Pura artinya hutan belantara, konon ceritanya bahwa ditempat itu dulunya sering digunakan untuk mengikat kuda karena saat itu belum ada desa.

Suatu ketika Maulana Surantaka dan Buyut Merat melakukan SERBA BAKTI ke cirebon menemui Maulana Matangaji (ayah maulana surantaka). Mereka membawa jamur yang diperoleh dari pohon pilang yang tumbuh di sawah Maulana Surantaka (blok sawah pilang). Sesampainya di Cirebon, jamur tersebut di persembahkan kepada Maulana Matangaji yang tentunya, kemudian di masak dan dimakannya. Ternyata jamur itu rasanya anak dan ada serinya sehingga ketika Maulana Surantaka dan Buyut Merat (laesan pura) agar diberinama “Pilangsari” kata pilangsari berasal dari kata “pilang dan sari”. Pilang adalah jenis pohon yang batangnya berduri tempat tumbuhnya jamur, sari artinya enak,ada sarinya.

Sepulangnya dari Cirebon, wilayah laesan pura diganti menjadi “pilangsari” oleh Maulana Surantaka dan Buyut Merat, nama pilangsari ini bukan nama desa tapi hanya nama wilayah. Maulana Surantaka dikenal dengan nama Buyut Cao alias Buyut Gempol sedangkan Buyut Merat disebut juga Buyut Rebo.
Roda jaman terus bergulir,hampir satuabad pilangsari penduduknya kian bertambah datang dari berbagai daerah sehingga semakin layak dijadikan sebuah desa, akhirnya tahun 1842 pilangsari menjadi sebuah Desa yang disebut Desa Pilangsari. Kuwu pertama yang memimpin Desa Pilangsari adalah Bapak Wasra atau Bapak Muria, beliau memerintah dari tahun 1842 sampai 1854.

Buyut Cao atau yang nama aslinya Maulana Surantaka yang semula menjadi pembantu Buyut Rebo/Buyut Merat akhirnya menjadi menantunya mangawini putri kesayangannya. Beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 1892 Buyut Rebo atau Buyut Merat wafat dan dimakamkan di Kubang Kawih. Selanjutnya tidak lama ke istri Buyut Rebopun masa pemerintahan kuwu ASMAD ditahun 1937. kedua makam tersebut dipindahkan ketengah desa Pilangsari yang dilakukan oleh para sesepuh sebanyak 12 orang di pimpin oleh kuwu Asmad.

Setelah Buyut Rebo meninggal, tinggalah Buyut Cao yang meneruskan perjuangan Buyut Rebo di Kubang Kawih. Bantera rumah tangga Buyut Cao terus berjalan mulus, hingga akhirnya di karunai dua orang anak yaitu anak pertama seorang parempuan yang di kenal dengan nama Nini Kengken dan adiknya laki-laki bernama Aki Dang-Dang yang selanjutnya Aki Dang-Dang nantinya mempunyai anak bernama Buyut NAOE (Baca;Buyut Nau)
Demikianlah lintasan sejarah pilangsari yang diperoleh dari narasumber yakni dari para sesepuh , tokoh masyarakat, tokoh pemuda, anggota BPD, tokoh ulama dan para cendikiawan pilangsari yang menamakan diri ebagai “POKJA 25” yang dipimpin oleh kuwu Turohman.

Hari jadi PILANGSARI yaitu hari Rabu 15 Juli 1762

19. ASAL MUASAL BABAKAN KODA

Konon katanya Babakan adalah membabak-babak dari satu menjadi 2 dan seterusnya dalam pembangunan sebuah pemukiman rumah.Inipun ada kemiripan tetapi berbeda,Babakan koda memiliki sebuah Legenda dan cerita yang tak pernah habis-habisnya.
Istlah Babakan koda berasal dari Babak-babak oleh Mbah Koda.Jaman dahulu ditengah-tengah himpitan antara petapaan Para Leluhur pembawaan ajaran Agama baik Hindu maupun Islam,diantaranya:
Di sebelah Timur ada yang namanya penyebar agama Hindu yaitu Petapaan Nyi Rambut Kasih.Di sebelah Selatan ada yang namanya penyebar Agama Islam yaitu Petapaan yang dihuni bernama Pangeran Muhammad.Disebelah Barat ada yang namanya “Siti Armilah”.dan di tengah-tengah himpitan itu ada rerungkun dengan kesan Angker,pohonnya besar yaitu Pemghuni “Mbah Jaga Lautan”.Sering disebut juga “Kopo”.Masyarakat sekitarnya seperti Cicurug,Sindang Kasih dan Lainnya.Nama MBAH JAGA LAUTAN dominan dengan MBAH KODA yang nama kebuyutannya “KOPO”.Babakan koda hanyalah sebuah kampung cantilan yang masuk wilayahnya ke Desa/Kelurahan Cicurug.Luasnya kurang lebih 2,5 km.Dengan 2 Rukun Warga (RW).Sekarang disebut lingkungan Margaraharja,Penghuninya kebanyakan petani.Masyarakat Babakan Koda yang Berbatasan dengan Kelurahan Majalengka Wetan tetap beranggapan dirinya adalah kampung.Oleh karena itu keyakinan mereka sangat kental dengan istilah Ortodak.

Kenapa masyarakatnya masih ketinggalan dengan teknologi ,masih budaya lama?Karena adanya istilah sesaji yang diberikan kepada arwah leluhur Mbah Koda.Sekarang Mbah Koda atau Mbah Jaga Lautan tinggalah nama yang masih tersimpan oleh para sebagian orang tua dan anak-anaknya yang meyakini cerita masa lalunya.Ada cerita yang bisa meyakini (Tahayul )Keistimewaan Mbah Koda tersebut,yaitu:Misalnya konon katanya dan sering dilaksanakan:Apabila masyarakat yang melaksanakan syukuran (hajatan ) pernikahan,khitanan ingin rejeki banyak,selamat dan pelaksanaan syukuran tidak hujan,tidak ada malapetaka,Hal ini diharuskan bawa sesajen ke tempat itu melalui penjaga kebuyutan (Juru Kunci).Bahkan ada serimonial yang dilakukan apabila mau dikhitan (sunatan )yang mau selamat dilakukan dulu gusaran mandi ke mata air Kopo yang ada di sekitar kebuyutan.Memang sumber air kopo sampai sekarang masih mengalirkan airnya tanpa kekeringan walaupun di musim kemarau.

Sekarang Babak-babak koda itu makin melebah pemukimannya,dibelah dengan Jalan Babakan Koda.Bahkan nama “kopo” oleh masyarakat sekitarnya dijadikan nama Gang /Jalan,misalnya Kopo I,II,dan III.

20. ASAL USUL DESA BABAKAN ANYAR

Menurut Umi Soka / Aki Soka sebagai saksi sejarah Babakan Anyar yang masih mengetahui persis riwayat desa ini. Ia konsisten pada pendirian & keinginannya untuk tetap mampertahankan nama Babakan Sinom daripada nama Babakan Anyar.
Memang pada mulanya desa ini bernama Babakan Sinom, terdiri atas 3 blok, yaitu Babakan Sinom, Pasanggrahan & Dayeuh Kolot. Babakan Sinom adalah daratan yang jauh dari Sungai Cilitung & Cimanuk. Sedangkan Pasanggrahan merupakan kota besar di Kadipaten pada saat itu, yang persis berada di samping sungai.

Pasanggrahan adalah pelabuhan utama perahu-perahu niaga. Pasanggrahan juga sebagai pelabuhan bagi arus distribusi gula. Hasil produksi PG Kadipaten di distribusikan melalui sungai Cimanuk & Ciiwung, melalui Indramayu ke pantai utara jawa dengan tujuan Batavia (Jakarta).

Pada saat pelabuhan Pasanggrahan dikuasai oleh Ko Pek Lan/ Babah Pek Lan. Ia adalah penguasa Cina yang menguasai Kadipaten. Ko Pek Lan melakukan kongsi dengan koleganya Eng Kit mengatur perdagangan di Pasanggrahan.
Kekuatan ekonominya mengalahkan kakuatan Belanda dlm mengendalikan alur bisnis produksi gula. Maka Ko Pek Lan hadir sebagai pengusaha yg memberikan suntikan dana untuk PG. Transaksi perdagangan pada saat itu tidak menggunakan uang goeng/ uang logam tapi uang kertas.

Kota Pasanggrahan akhirnya dikuasai oleh warga Cina pendatang. Mereka jadi penguasa ekonomi, sementara warga desa menempti blok Dayeuh Kolot.
Oleh karena terjadinya perubahan struktur geologi tanah akhirnya kota Pasanggrahan terendam. Seluruh warga kota Pasanggrahan ngungsi. Begitu pun dengan warga Dayeuh Kolot yg sama-sama terkena imbas luapan air sungai terpksa mengungsi. Mereka membuka lahan baru utk pemukiman yaitu Babakan Baru/ tempat pemmukiman baru.
Mereka menempati kampong baru Babakan Sinom. Babakan Sinom memiliki warga baru dgn jml banyak. Akibatnya muncul nama baru(anyar) utk Babakan Sinom yaitu Babakan Anyar.
Akhirnya Pasanggrahan dinyatakan sebagai The Lost City atau Kota Yg Hilang. Terlebih lagi setelah dibangunnya DAM Rentang Jati7, tidak ada lagi perhu-perahu dari Indranayu yang bias masuk ke wilayah ini.

Apalagi setelah munculnya kendaraan-kendaraan bermotor lalu lintas ekonomi di sungai menjadi tidak berarti lagi. Pengangkutan barang seperti garam,gula,padi & tebu dialihkan ke jalur darat. Apabila dikaitkan dengan asal usulnya, Babakan Anyar merupakan daerah hasil pemekaran dari desa Karangsambung. Daerah ini pada awalnya merupakan daerah kekuasaan Demang Karangsambung.

Nama Babakan Anyar sendiri resmi menjadi nama desa pada saat desa ini diPimpin kuwu Warsita. Daerah Babakan Anyar sempat menjadi sasaran tentara Belanda.
Desa Babakan Anyar memiliki 3 situs atau cagar budaya berupa makam kramat. Terdiri atas Makam Kramat Buyut Siwalan, Buyut Anis & Buyut Gabug.

Babakan Anyar sekarang dihuni oleh 2178 jiwa penduduk. Suatu jumlah yang sangat tidak sebanding dengan desa tetangganya yang mencapai 6X lipat jumlah tersebut. Hal ini menisbikan/ membiaskan kejayaan Babakan Anyar sebagai daerah yang pernah menjadi kota pelabuhan penting di JaBar.

Tidak ada komentar:

Sabilulungan dalam bahasa sunda artinya gotong royong. Makna sabilulungan yaitu seiya sekata, seayun, selangkah, sepengertian, sepamahama...