Selasa, 21 September 2010

Asal Usul Sekitar Daerah Majalengka

21. ASAL USUL KERTABASUKI

A. Riwayat Desa Kertabasuki
Dimana bangsa Indonesia di jajah oleh bangsa Belenda yang pertama, para pejuang dari Banten banyak sekali yang dating melatikan diri dating ke Majalengka.
Konon kabarnya, pada waktu itu datanglah esorang pejuang dari Banten yang bernama K.H. Tubagus Bunyamin bersama Sultan Tubagus Zaenal Asyikin ( salah seorang keturunan Sultan Hasanudin yang ke-7 dan atau keturunan Nabi Muhamad SAW yang ke-35) datang kesalah satu tempat di daerah Majalengka tempat tersebut sekarang bernama desa Kawunggirang.

K.H. Tubagus bunyanmin dating ke tempat tersebut selain menjauhkan diri dari incaran pemerintah Belanda, beliau juga bertujuan untuk menyebarkan agama Islam, yang pada waktu itu di tempat tersebut penghuninya masih kurang dalam melaksanakan syriat Islam.Dan supaya jangan sampai tertangkap oleh pemerintah Belanda, beliau bergati nama ngan julukan K.H Tubagus Kacung.

K.H. Tubagus Kacung menikah dengan salah seorang putri Kiayi Sayun Falah seorang penghuni tempat tersebut sebagai hasil pernikahannya beliau di karuniai seorang anak yang di beri nama Tubagus Sholeh.

Tubagus Sholeh setelah dewasa dan berumah tangga, kemudian beliau membuka pasantren di salah satu tempat sebelah barat desa Kawunggirang. Letak tempat desa (pasantren) yaitu sebelah barat desa Pasantren (sekarang wilayah desa Kertabasuki).Beliau mempunyai 3 orang putra putri, 2 orang putra di beri nama Munara dan Munari serta seorang putri yang di beri nama Munirah.

Selain di buka pesantren di tempat tersebut, tempat yang tadinya sepi dan kurang maju berubah menjadi salah satu tempat subur makmur serta tempat tersebut harum namanya sampai terdengar ke daerah lain.

Konon kabarnya, keharuman tempat tersebut terdengar oleh penghuni kota Cirebon. Salah satunya adalah K.H. Abu Bakar putra Den Nayu Kamiran, cucu Syarif Hidayatullah. Keduanya dating ke pesantren itun sambil membawa rupa-rupa dagangan. Beliau mempunyai magsud tujuan pokok yaitu ingin membantu usaha yang sedang dirintis oleh Tubagus Sholeh agar menjadi lebih pesat dan majunya agama Islam.
Lama kelamaan K.H. Abu Bakar dijadikan menantu oleh K.H Tubagus Sholeh dan di tikahkan dengan putri yang bungsu yang bernama Siti Munirah.

Setelah K.H. Abu Bakar berumah tangga dengan Siti Tibagus Munirah, situasi tempat tersebut semakin ramai, maju, subur, makmur serta penghuninya selalu penuh terjamin kesehatannya. Di saat itulah K.H. Tubagus Sholeh mengatur, tata cara pemerintahan dan tatanan kehidupan seluruh penghuninya secara bijaksana. Dan akhirnya tempat tersebut di beri nama KARTABASUKI. Adapun arti dari Kartabasuki, yaitu :
-Karta :damai, maju, subur makmur
-Basuki :sehat wal afiat
-Kertabasuki :Desa yang damai serta maju dan subur makmur serta penghuninya terjain kesehatannya
Tetapi sekarang, desa kertabasuki lebih di kenal dengan sebutan Kertabasuki.
H.Abu bakar mempunyai 8 orang anak, 3 orana perempuan dan 5 orang anak laki-laki dengan urutan yaitu :
1. Jenab 5. Praja
2. Mujenah 6. Abdul Syukur
3. Biah 7. Sujana
4. Asral 8. Kalektor

22. ASAL USUL SINGKAT KOTA MAJA

Kira-kira abad ke XVI masehi, dikenal kuburan disebelah selatan kota Maja sekarang, telah berdiri sebuah pesantren bernama “PESANTREN DAHU PUGUR” yang berbentuk perkampungan kecil, yang terletak di dekat kali Cilongkrang.
Pesantren tersebut dipimpin oleh seorang ulama yang bernama Syekh Absul Jalil yang berasal dari Cirebon bersama dengan seorang temannya yang bernama Bapak Kelindur.
Syekh Abdul Jalil kemudian berganti nama dengan julukan “Dalem Sukahurang” . Pada beliau sedang bersama bapak Kelindurmembangun pesantren Dahu Pugur, beliau sangat perihatin karena banyak rintangan dan gangguan yang tidak diketahui siapa dan dari mana pengganggunya. Maka Dalem Sukahurang bertapa diatas pohon Dahu sehingga bagian atas pohon itu “patah” atau “pugur”. Itulah sebabnya pondok pesantren ini diberi nama “DAHU PUGUR”.

Ditinjau dari segi geografis letak pesantren itu sangat strategis sekali karena di pinggir pesantren mengalir air Cilongkrangyang dikelilingi bukit-bukit yang subur dilereng Gunung Ciremai. Hal ini menjadikan penghuni pesantren menjadi betah karena bisa bercocok tanam sepanjang tahun.
Berkat kealiman Dalem Sukahurang dalam memimpin pesantren serta keuletan beliau, maka dalm waktu yang relatip singkat nama pesantren Dahu Pugur sudah terkenal diluar daerah Maja. Sehingga banyak orang orang dari luar daerah berdatangan untuk menuntut ilmu di pesantren tersebut, terutama dari daerah Talaga yang pada waktu itu Talaga baru masuk islam.

Pada waktu itu Sunan Talagamanggung mendengar bahwa pesantren Dahu Pugur sangat termashur, maka untuk membuktikannya Sunan Talagamanggung memerintah seseorang putranya yang bernama RadenMahmud Ridwan.

Raden Mahmud Ridwaan datang di Pesantren Dahu Pugur, disambut dengan baik oleh Dalem Sukahurang dan para santrinya. Sampai di pesantren Dahu Pugur, Raden Mahmud Ridwan mengadakan rundingan dengan pemimpin pesantren tersebut, untuk membentuk pemerintahan baru yang dipimping oleh Raden Mahmud Ridwan, dan para ponggawanya dari Talagamanggung. Waktu Rden Mahmud Ridwan menjadi pemimpin Dahu Pugur, Aji Sanghiang Rangkah mengadakan seranagan terhadap pesantren Dahu Pugur kemudian pesantren Dahu Pugur mengadakan perlawanan terhadap serangan dari Aji Sanghiang Rangkah tadi dengan senjatanya yang diberi nama Salam Nunggal.

Sekarang pemimpin Dahu Pugur itu Raden Kiswan, Maka pada waktu itu dia dipilih secara aklamasi untuk dijadikan patih Dalem Sukahurang. Kemudian ia diberi gelar Raden Aria Patih Dalem Cucuk. Berkat kemenangan Raden Kiswan di Dewan Penasehat Pemerintah yang baru di Maja. Yang kemudian Dalem Sukahurang membuat susunan pemerintahan dan menyepakatinya, serta pemerintah yang baru itu duberi nama “MAJA JAYA” sebagai lambang kemenangan Dahu Pugur.

Dalam perkembangan selanjutnya karena bertambahnya jumlah penduduk Deasa Maja, sesuai dengan roda perkembangan zaman dan peraturan pemerintahan pada waktu itu, maka sejak tahun 1981 Desa Maja dipecah menjadi dua Desa yaitu dengan Desa Maja Utara yang dipimpin oleh kepala desa Bapak Djalil ,Maja Selatan yang dipimpin oleh Kepala Desa Bapak Otong Rukmita. Padapemilihan Kepala desa Maja Utara yang pertama pada tahun 1984, terpilih yang menjadi Kepala Desanya yaitu Bapak ARUJI PRIATNA.

23. ASAL USUL KOTA TALAGA

Berdirinya Kerajaan Talagamanggung

Nun jauh di lereng Gunung Ciremay sebelah selatan, di sekitar Desa Sangiang Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka, berdiri satu Negara yang disebut dengan Kerajaan Kerajaan Talaga. Yang pertama-tama mendirikan dan mengolah Negara tersebut yaitu Batara Gunung Picung, putera keenam Ratu Galuh Ajar Sukaresi atau disebut juga Maharaja Sakti Adimulya (1252 � 1287 M).

Adapun Ratu Galuh Ajar Sukaresi sendiri mempunyai delapan putera/puteri dari isteri beliau yang berlain-lainan. Nama-nama mereka itu adalah:
1. Prabu Hariangbanga: Menurunkan para raja di daerah Jawa Timur, seperti Prabu Brawijaya II sampai Prabu Brawijaya V;
2. Maharajasakti: Menurunkan para raja di tanah Pajawan;
3. Prabu Ciungwanara (1287 � 1303 M): Menurunkan para raja di Pakuan dan Pajajaran;
4. Ratu Ragedangan;
5. Prabu Haurkuning, Maharaja Ciptapermana I (1580 � 1595 M);
6. Batara Gunung Picung (1595 � 1618); Menurunkan Raja-Raja Talaga;
7. Ratu Permana Dewa; dan
8. Bleg Tamblek Raja Kuningan.

Adapun Batara Gunung Picung (Ciptaperman II) beliaulah yang menjadi Raja pertama di Talaga (Talagamanggung), dari beliau itu pula menurunkan:
1. Sunan Cungkilak;
2. Sunan Benda;
3. Sunan Gombang;
4. Ratu Ponggang Sang Romahiyang; dan
5. Prabu Darmasuci I.

Prabu Darmasuci I
Prabu Darmasuci I mempunyai dua orang putera yang akan melanjutkan silsilah Kerajaan Talaga pada masa berikutnya, dua orang putera beliau itu adalah:
1. Bagawan Garasiang; dan
2. Prabu Darmasuci I (Prabu Talagamanggung).

Bagawan Garasiang
Putera sulung Prabu Darmasuci I adalah Begawan Garasiang, beliau adalah orang yang gemar bertapa dan merenung sehingga beliau menjadi seorang Begawan Hindu Kahiyangan. Ia mendirikan padepokan di satu gunung kecil yang disebut Pasir Garasiang, terletak di daerah perbatasan antara Kecamatan Argapura dan Talaga sekarang. Beliau mempunyai puteri yang bernama Ratu Putri Mayangkaruna, yang kemudian diperistri oleh Prabu Mundingsari Ageung, putera Prabu Siliwangi II (Raden Pamanah Rasa)[2] dari Pajajaran.

Kalau kita perhatikan, dengan adanya pernikahan Putri Talaga dan Putra Pajajaran, ini adalah hukum yang tidak tertulis akan tetapi menjadi ciri khas langkah strategis dan politis raja-raja Pasundan untuk mempertahankan keutuhan Negara dan ikatan kekeluargaan melaui jalan pernikahan di antara para penguasa wilayah Pasundan. Dengan memperhatikan asfek-asfek penting inilah sikap silih asih, silih asah, silih asuh akan terekat kuat.
Prabu Darmasuci II (Prabu Talagamanggung)
Prabu Darmasuci II (Prabu Talagamanggung) bersemayam di Talaga, keraton beliau terletak di Sangiang, dengan panorama situ keraton yang indah yang disebut Situ Sangiang. Menurut catur para sepuh Talagamanggung adalah seorang Narpati yang sakti mandraguna dan weduk (tidak tembus senjata). Beliau mempunyai sebuah senjata pusaka yang diberi nama CIS, bentuknya seperti tombak kecil atau sekin. Konon, bahwa beliau ketika lahir tidak memiliki pusar seperti halnya orang pada umumnya. Menurut ceritera pula Prabu Talagamanggung hanya mempan ditembus senjata oleh senjata CIS-nya itu.

Pada masa pemerintahan Prabu Talagamanggung Kerajaan Talaga mengalami kemajuan yang gilang-gemilang dan kondisi sosial masyarakatnya semakian tentram dan mapan. Dengan demikian banyak orang yang berasal dari negara dan daerah lain ikut menetap di Talaga.

Prabu Talagamanggung mempunyai seorang menantu yang berasal dari Bangsawan Palembang yang bernama Palembangunung (suami Putri Dewi Simbarkancana), pada suatu kesempatan Palembanggunung mengadakan gerakan bawah tanah untuk merebut kekuasaan dari mertuanya. Akhirnya Palembanggunung dengan komplotannya, melalui oleh seorang pengawal pribadi Sang Prabu, Centrangbarang (yang ditugaskan mengurus senjata) ia berhasil mencuri senjata CIS tersebut dan memberikannya kepada Palembanggunung yang kemudian digunakan untuk menusuk tubuh Sang Prabu. Dalam peristiwa itu Prabu Talagamanggung terluka dan kemudian tubuhnya menjadi lemas dan akhirnya meninggal. Jenazah beliau diurus sesuai ajaran Agama Hindu Kahiyangan, abu jenazahnya di larung di Situ Sangiang[3].

Pada masa hidupnya, Prabu Talagamanggung mempunyai satu orang putera dan satu orang puteri; Raden Panglurah dan Raden Dewi Simbarkancana.

Raden Panglurah
Dari usia kecil ia sudah rajin melatih diri, berangkat ke Gunung Bitung[4], beliau bertapa di bekas bertapa uyut beliau, Ratu Ponggang Sang Romahiyang. Raden Panglurah[5] adalah seorang sosok putera penguasa (raja) yang memiliki sifat-sifat zuhud, meninggalkan kesenangan dunia) dan lebih memilih untuk mengolah jiwa dan mengembangkan asfek-asfek spiritual yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya. Dalam kata lain Radan Panglurah lebih memilih ketentraman dan kesenangan runani serta penghambaan kepada Tuhan Semesta alam.

Raden Dewi Simbarkancana
Raden Dewi Simbarkancana walaupun seorang puteri beliau banyak memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang diwarisi ayahanda beliau, Prabu Talagamanggung. Beliau menikah dengan Palembanggunung, Pepatih kerajaan. Pada mulanya Dewi Simbarkancana tidak mengetahui bahwa kematian ayahanda beliau itu didalangi suaminya sendiri, akan tetapi sabuni-bunina mungkus tarasi lambat laun kebusukan sang suami diketahui juga oleh beliau. Sepeninggal Prabu Talagamanggung, Kerajaan Talaga untuk sementara waktu dikuasai oleh Palembanggunung.

Dewi Simbarkancana merasa sangat terpukul, beliau ceurik balilihan[6] (menangis dengan sangat menderita batin) karena dua hal: pertama, karena beliau dihianati oleh suami beliau sendiri; yang kedua, karena ditinggal oleh ayahanda tercinta dengan peristiwa yang memilukan. Menurut beliau, siapa orangnya yang tidak berduka hati ketika ditinggal sang ayah. Ayahanda beliau, sesorang yang sudah berbuat baik mengangkat derajat Palembanggunung dibalas dengan perilaku yang sangat keji. Air susu dibalas air tuba itulah yang terjadi. Akhirnya dengan keberanian beliau, Dewi Simbarkancana berhasil membunuh Palembanggunung dengan susuk kondenya.
Selanjutnya Raden Dewi Simbarkancana menikah dengan Raden Kusumalaya (Raden Palinggih) dari keraton Galuh, putera dari Prabu Ningrat Kancana. Beliau adalah seorang yang masagi pangarti (cakap lahir batin), seorang tabib dan ahli strategi. Beliau berhasil menumpas tuntas gerakan bawah tanah Palembanggunung dan komplotannya, dengan demikian kekuasaan dapat diambil kembali, keamanan dan ketertiban negara kembali menjadi stabil dan kokoh.

Dari pernikahan Dewi Simbarkancana dengan Raden Kusumalaya membuahkan delapan orang putera, yaitu:
1. Sunan Parung (Batara Sukawayana);
2. Sunan Cihaur, (Mangkurat Mangkureja);
3. Sunan Gunung Bungbulang;
4. Sunan Cengal (Kerok Batok);[7]
5. Sunan Jero Kaso;
6. Sunan Kuntul Putih;
7. Sunan Ciburang; dan
8. Sunan Tegalcau.[8]

Perpindahan Pertama Pusat Kerajaan (ke Walangsuji)
Menyusul kekacauan yang menimpa keraton Sangiang, yakni dengan adanya rajapati terhadap Prabu Talagamanggung dan pemberontakan yang didalangi sang menantu durhaka, hal ini mendorong Ratu Simbarkancana untuk memindahkan pusat kerajaan dari tutugan Gunung Ciremay ke Walangsuji, di Desa Kagok, Kemantren Banjaran, Kecamatan Talaga sekarang.

Pusat pemerintahan di Walangsuji nampaknya tidak begitu lama, boleh dikatakan hanya selama ngulub waluh. yakni pusat kerajaan hanya bertahan di Walangsuji selama tujuh tahun tiga bulan[9]. Setelah Penguasa Talaga memandang dari berbagai segi akhirnya diputuskanlah bahwa Walangsuji kurang strategis untuk tetap dijadikan pusat pemerintahan Kerajaan Talaga sehingga pusat karajaan harus segera dipindahkan kembali.

Perpindahan KEDUA Pusat Kerajaan (ke Parung)

Sepeninggal Ratu Simbarkancana, Kerajaan Talaga dipegang oleh putera sulung beliau yang mendapat julukan Sunan Parung (1450 M). Setelah Sunan Parung mangkat, pemerintahan diserahkan kepada satu-satunya puteri beliau yang bernama Ratu Dewi Sunyalarang (1500 M) yang di kemudian hari mendapat julukan Ratu Parung.

Dewi Sunyalarang (Ratu Parung) menikah dengan Raden Ragamantri, putera Prabu Mundingsari Ageung dari Ratu Mayangkaruna. Raden Ragamantri adalah cucu dari Begawan Garasiang dan juga cucu dari Prabu Siliwangi II (Jaya Dewata atau Pamanah Rasa). Pada masa pemerintahan Dewi Sunyalarang inilah pusat kerajaan dipindahkan ke Parung. (Bersambung ke: Sejarah Ringkas Kerajaan Talaga Setelah Masuknya Islam)
[1] Letak kuburan Raden Raga Mantri, cucu Bagawan Garasiang dan Raden Pamanah Rasa terletak di luar bangunan yang biasa dipakai tahlilan para penziarah, di bawah pohon besar dengan tiga buah batu biasa sebagai batu nisannya, sesuai pesan spiritual beliau. Peletakan batu nisan penulis lakukan dibantu oleh kuncen situs, Bapak H. Emod dan sahabat penulis Suharto.

[2] Kata Siliwangi berasal dari kata Silih yang berarti pengganti atau penerus dan Wangi yang berarti wangi atau harum. Dengan demikian, makna dari nama Prabu Siliwangi mempunyai pengertian bahwa beliau adalah Pengganti atau Penerus Prabu Wangi (Wangisutah) yang gugur di alun-alun Bubat Majapahit (sekarang terletak di Kec.Trowulan Kab.Mojokerto) pada tahun 1357 M dalam mempertahankan kehormatan dan wibawa Kerajaan Pajajaran. Ketika itu, rombongan dari Pajajaran bermaksud untuk mengawinkan puteri beliau Putri Diyah Pitaloka dengan Raja Hayam Wuruk atas pinangan Sang Raja. Ketika itu rombongan calon penganten perempuan berhenti dan membuat pasangrahan di alun-alun Bubat sambil menunggu jemputan Raja Hayam Wuruk (calon penganten laki-laki). Rupanya niat mulia Prabu Wangi (Wangisutah) dan Raja Hayam Wuruk tidak dikehendaki oleh Patih Gajah Mada, ia mengadakan "gerakan rahasia" yang tidak diketahui oleh rajanya sendiri. Gajah Mada dengan pasukannya yang sangat besar mengepung dan menyerbu rombongan calon pengantin perempuan sehingga menyebabkan gugurnya Sang Mokteng Bubat (Prabu Wangi), Putri Diyah Pitaloka dan para pengawalnya. Adapun sebutan Prabu Siliwangi I adalah Prabu Wastu Kencana yang memindahkan pusat Kerajaan Pajajaran dari Kawali (Ciamis) ke Pakuan (Bogor). Pada masa pemerintahan Prabu Wangi, Prabu Siliwangi I dan Prabu Siliwangi II Kerajaan Pajajaran dibawah satu kekuasaan atau dalam kata lain Pasundan Timur dan Pasundan Barat bersatu di bawah satu Raja. Pasca Rahiyang Wastu Kencana, Kerajaan Pasundan terbagi dua; yakni Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Ciamis dibawah kekuasaan Ningrat Kancana dan Kerajaan Pakuan yang berpusat di Bogor di bawah kekuasaan Prabu Susuktunggal. Pada masa Prabu Siliwangi II itulah Pasundan bersatu lagi menjadi Pakuan Pajajaran yang berpusat di Bogor.

[3] Menurut Babad Talaga, setelah peristiwa pembunuhan itu Prabu Talagamanggung beserta keratonnya ngahiyang (menghilang) dan menjadi Situ Sangiang sekarang. Menurut penulis sendiri, arti "ngahyiang" itu tidak lain melainkan Inna lillahi rājiūn wa inna ilahi rājiūn dalam arti Kembali Ke Sang Hiyang (Tuhan) dan bukan tilem.

[4] Gunung Bitung tepatnya sebelah selatan Talaga, Desa Wangkelang, Kecamatan Cikijing, Kabupaten Majelangka. Tempat pertapaan Raden Panglurah sampai sekarang sering diziarahi orang.

[5] Penulis merasa prihatin karena Patung Raden Panglurah hingga sekarang masih berada di negeri Belanda, adapaun patung adik beliau Bunda Raden Dewi Simbarkancana masih ada dan terawat baik di Talaga.

[6] Istilah ceurik balilihan dan makna beberapa kata berikutnya adalah dari Bunda Dewi Simbarkancana sendiri, diberitahukan beliau kepada penulis secara spriritual pada tanggal 28 Januari 2008, kira-kira pukul 20.45 WIB.
[7] Petilasannya masih terdapat di Desa Cengal, kira-kira 1 km Kampung Cadas, Desa Anggrawati, Kecamatan Maja-Majalengka.

[8] Petilasannya terdapat di Blok Galumpit (Tegal Cawet) Desa Tegalsari-Maja.

[9] Angka 7 tahun 3 bulan ini berdasarkan keterangan Bunda Ratu Simbarkancana, pada tanggal 27 Januari 2008 yang disampaikan secara spiritual kepada penulis.

24. LAHIRNYA MAJALENGKA DAN MISTIK NYAI RAMBUT KASIH

Siapa yang tak kenal raja pajajaran ini? Dilah sosok yang adil dan bijaksana, juga sakti mandraguna, raja yang paling disegani di tanah jawa, khususnya di tatar Pasunda. Siapakah dia? Dialah Sri Braduga Prabu Siliwangi.

Prabu Siliwangi mempunyai isteri yang ketiga, namanya Ibu Ratu Munding Kalalean. Dari hasil perkawinan mereka dianugrahi tiga orang putra dan satu orang putri, yaitu : 1. Walang Sungsang, 2. RaraSantang, 3. KianSantang, 4. Syeh Nurjati. Putra nomor empat yaitu Syeh Nurjati memperistri Ibu Ratu Siti Maningrat. Dari hasil buah perkawinannya dikaruniai dua orang putra dan satu orang putrid, yaitu : 1.Dalem Rangga Wulan Jaya Hadi Kusuma, 2.Permana Sakti Jaya Hadi Kusuma, 3.Sri Ratu Purbaningsih.

Abad ke 14 atau tahun 1405 Masehi, Syeh Nurjati memanggil semua anaknya untuk memberikan tugas. “Kalian semua harus mempunyai dan membuat sejarah (riwayat) agar kelak kemudian hari cikal bakal serta generasi penerus akan mengenang kalian bertiga. Sekarang juga kalian harus berangkat kearah barat sebelah utara gunung ciremai. Carilah oleh kalian pohon maja kalau sudah ditemukan kalian bertiga membuka dan membuat satu daerah kekuasaan disana.” Demikianlah sabda Syeh Nurjati.
Sesuai menerima tugas dari ayahandanya, seketika itu juga anak itu terus berangkat membawa dua orang masih banyak pekerjaan yang harus dituntaskan. Kendati dilarang, Sri Ratu Purbaningsih tetap memaksa pergi ke Cirebon tanpa sepengetahuan kakaknya dengan jalan terbang melesat keatas langit. Namun, karena tidak mendapatkan ijin dari kakaknya Sri Ratu jatuh di Curungan (sekarang CiCurug). Selanjutnya kedua kakaknya menyusul guna mencari Sri Ratu. Mereka rupanya takut terjadi apa-apa yang akan menimpa adiknya. Kira-kira jam 10 pagi mereka tiba ditempat (Cicurug) Dalem Rangga bertanya kepada adikya Dalem Permana,”Bagaimana Permana, apakah ketemu adikku ?”

Dalem Permana pun menjawab,”langkah Kang (Tidak ada, Kak)!”
Dari dialog tersebut diambil satu kesimpulan bahwa kata “Majalengka” berasal dari pohon maja yang diketemukan didaerah Maja, dan langka diambil dari jawaban Dalem Permana saat mencari adiknya Sri Ratu Purbaningsih. Dari kedua kata tersebut mka lahirlah kata Majalengka, yang akhirnya berubah karena pelafaln lidah masyarakat Pasundan menjadi Majalengka.
Sekitar pukul 12 siang Sri Ratu Purbaningsih mengetahui dirinya tengah dicari oleh kedua kakaknya.”Nyai, disini, Kng!” Sri Ratu berteriak.
“Kamu tidak apa-apa Nyai?”Tanya Dalem Rangga.
Tidak, Kang! Sekarang kita bertiga membangun di sini saja, biarlah paman Pinamgeran Patih dan paman Parung Jaya memberekan pembangunan di Maja atas,” ujar Sri Ratu.
“Nyai Ratu jangan pulang dulu ke Cirebon,”Ujar Dalem Rangga. Sri Ratupun mengangguk memberikan isyarat tanda setuju kepada kakaknya bahwa ia tidak akan pergi ke Cirebon.
Tak terasa waktupunbergulir dengan cepat, sudah Sembilan bulan lamanya ketiganya anak Syeh Nurjati dan kedua pengawalnya inggal di Majalengka. Hari Rabu tanggal 17 Rajab tahun 1405 Masehi, Prosesi Majalengka tuntas, kemudian ketiga anak Syeh Nurjati bermusyawarah mengenal kepengurusan dan kedudukan jabatan agar Majalengka mempunyai status pemerintahan. Hasil dari musyawarah tersebut pada hari Selasa tanggal 3 Maulud tahun 1405 Masehi ditetapkan sebagai berikut :
Ratu Purbaningsih : Menduduki jabatan sebagai Mahkamah Agung
Dalem Permana : Menduduki jabatan sebagai Jaksa Agung
Dalem Rangga : Menduduki jabatan sebagai Bupati
Pinangeran Putih : Menduduki jabatan sebagai Wedana
Surawijaya : Menduduki jabatan sebagai Kepala Keamanan
Surya Nanggeuy : Menduduki jabatan sebagai Kepala Staf
Parung Jaya : Menduduki jabatan sebagai Staf
Sementara itu, Sembilan bulan lebih kepergian ketiga anaknya tidak ada kabar berita. Ini membuat Syeh Nurjati sebagai ayahanda di Cirebon merasa resah dan gelisah terus -menerus. Agar tak resah dan gelisah hati seorang ayah ketiga anaknya, Syeh Nurjati memberikan perintah kepada Pangeran Muhammad mencari dan menelusuri keberadaan ketiga anaknyayang sedang membuka daerah kekuasaan di arah Barat sebelah Selatan Gunug Ciremei itu.
Setelah menerima perintah dari Syeh Nurjati, Pangeran Muhammad langsung berangkat. Dalam waktu bersamaan pula Dalem Rangga pergi ke Cirebon untuk menemui ayahandanya guna melaporkan bahwa selama ini titah dan keinginan ayahandanya telah terpenuhi. Setibanya di Cirebon ayahandanya menjemput dan memeluk sambil berkata, “Rangga, ayah sangat resah dan gelisah kepada ketiga anak-anak ayah, tak terasa sudah Sembilan bulan lamanya tidak bertemu, takut terjadi apa-apa. Terpaksa ayah memerintahkan ajudan ayah (gandek-B. sunda) Pangeran Muhammad untuk mencari kalian. Apakah kamu tidak bertemu dengannya dijalan?”
“Tidak, ayah!” ujar Dalem Rangga. Rupanya, antara Pangeran Muhammad dan Dalem Rangga terjadi perselisihan jalan.
Lalu, Dalem Rangga menceritkan keberhasilan misi yang diembannya bersama kedua adiknya.
“Sekarang kita memberitahukan kepada gusti sinuhun kalu daerah itu sudah diketemukan, dan sudah diberi nama Majalengka,” ujar Syeh Nurjati setelah mendengar laporan itu.
Di lain pihak, Paneran Muhammad tiba di Majalengka tanggal 10 hari Selasa Wage tahun 1405 Masehi, dan tanggal 11 hari Rabu Kliwon tahun 1405 Masehi Pangeran Muhammad menghadap Nayi Ratu.
“Paman diutus oleh ayahanda Nyai Ratu bahwa Nyai Ratu harus segera pulang ke Cirebon,” ujar Pangeran Muhammad.
“Nyai tidak akan pulang paman. Paman juga tidak usah kembali lagi ke Cirebon, lebih baik mencari dan harus menemukan daerah (riwayat), tapi yang terlalu dekat dengan daerah Nyai, silahkan mencari ke arah Barat saja,”ucap Nyai Ratu.
Pangeran Muhammad pun mengangguk menuruti perintah Nyai Ratu.
Hari kamis tanggal 12 mulud tahun 1405 Masehi, Dalem Rangga kembali ke Majalengka dan mengundang kedua adiknya yang bermaksud untuk meresmikan daerah temuannyaitu. Peresmian itu akan dihadiri oleh ayah beserta ibunya.
Tanggal 15 hari Selasa kliwon tahun 1405 Masehi Syeh Nurjati dan Ratu Siti Maningrat tiba di Majalengka, saat itu kebetulan pula Ratu Siti Maningrat sedang hamil 9 bulan. Ketika diperjalanan perutnya terasa mulas mau melahirkan, belum tiba ditempat tujuan, Ratu Siti Maningrat melahirkan dijalan sambil bersandar dipohon jati. Selendang Ratu Siti Maningrat dikaitkan diranting besar. Ratu Siti Maningrat melahirkan seorang bayi laki-laki dinami Raden Sofyan Permana Hadikusumah, hingga peristiwa tersebut terkenal dengan nama jalan Jatisampay.
Syeh Nurjati dan Ratu Siti Maningrat berada di Majalengka satu minggu lamanya, dan kembali ke Cirebon sambil membawa bayi. Dalam usia tujuh tahun Raden Sofyan Permana Hadikusumah ditinggal wafat ibunya. Sejak usia tujuh tahun hingga empat puluh tahun Raden Sofyan Permana Hadikusumahikut dengan kakaknya, Nyai Ratu Purbaningsih.
Demikianlah sejarah singkat Majalengka. Kini Majalengka menjadi pemerintahan berbentuk kabupaten. Kabupaten Majalengka terletak disebelah Timur Provinsi Jawa Barat. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Ciamis, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sumedang, dan sebelah Timur berdekatan dengan Kabupaten Cirebon.
Secara Geografis Kabupaten Majalengka di antara 180°-109° Bujur Barat dan 10°-7° Lintang Selatan, mempunyai dimensi terjauh antar Utara-Selatan berjarak kira-kira 52 km, Barat-Timur kira-kira 42 km. Luas Kabupaten Majalengka 120.424 Ha terdiri dari 23 kecamatan dan 327 desa/kelurahan. Desa-desa tersebut digolongkan ke dalam desa swasembada dan sebagian kecil digolongkan ke desa swakarya.
Kelak, Sejarah Majalengka erat kaitannya dengan cerita mistik Nyai Rambut Kasih, sebuah legenda masyarakat yang Selama ini menjadi sangat fenomenal.

Tidak ada komentar:

Sabilulungan dalam bahasa sunda artinya gotong royong. Makna sabilulungan yaitu seiya sekata, seayun, selangkah, sepengertian, sepamahama...